"Demi masa. Sungguh manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran."


atas keizinanMU ku terlahir..
atas kudratMU aku berdiri..
atas kebenaranMU akan ku genggam bara ISLAM ini..

ya rahman, ya rahim..

titipkanlah selaut kekuatan buat hambaMU yang lemah ini..
biar ke penjuru dunia, biar melangit musafirku...pasti ISLAM ku genggam rapi...

Sunday, January 30, 2011

dah solat??

A story for us to think….

He remembered his grandmother’s warning about praying on time: “My son, you shouldn’t leave prayer to this late time”. His grandmother’s age was 70 but whenever she heard the Adhan, she got up like an arrow and performed Salah. He, however could never win over his ego to get up and pray. Whatever he did, his Salah was always the last to be offered and he prayed it quickly to get it in on time.

Thinking of this, he got up and realized that there were only 15 minutes left before Salat-ul Isha. He quickly made Wudhu and performed Salat-ul Maghrib. While making Tasbih, he again remembered his grandmother and was embarrassed by how he had prayed. His grandmother prayed with such tranquility and peace.

He began making Dua and went down to make Sajdah and stayed like that for a while. He had been at school all day and was tired, so tired.

He awoke abruptly to the sound of noise and shouting. He was sweating profusely. He looked around. It was very crowded. Every direction he looked in was filled with people. Some stood frozen looking around, some were running left and right and some were on their knees with their heads in their hands just waiting.

Pure fear and apprehension filled him as he realized where he was. His heart was about to burst. It was the Day of Judgement. When he was alive, he had heard many things about the questioning on the Day of Judgement, but that seemed so long ago. Could this be something his mind made up? No, the wait and the fear were so great that he could not have imagined this.

The interrogation was still going on. He began moving frantically from people to people to ask if his name had been called. No one could answer him. All of a sudden his name was called and the crowd split into two and made a passageway for him.

Two angels grabbed his arms and led him forward. He walked with unknowing eyes through the crowd. The angels brought him to the center and left him there. His head was bent down and his whole life was passing in front of his eyes like a movie. He opened his eyes but saw only another world.

The people were all helping others. He saw his father running from one lecture to the other, spending his wealth in the way of Islam. His mother invited guests to their house and one table was being set while the other was being cleared. He pleaded his case, “I too was always on this path. I helped others. I spread the word of Allah. I performed my Salah. I fasted in the month of Ramadan. Whatever Allah ordered us to do, I did. Whatever he ordered us not to do, I did not.” He began to cry and think about how much he loved Allah.

He knew that whatever he had done in life would be less than what Allah deserved and his only protector was Allah. He was sweating like never before and was shaking all over. His eyes were fixed on the scale, waiting for the final decision. At last, the decision was made. The two angels with sheets of paper in their hands, turned to the crowd. His legs felt like they were going to collapse. He closed his eyes as they began to read the names of those people who were to enter Jahannam. His name was read first. He fell on his knees and yelled that this couldn’t be, “How could I go to Jahannam? I served others all my life, I spread the word of Allah to others”. His eyes had become blurry and he was shaking with sweat. The two angels took him by the arms. As his feet dragged, they went through the crowd and advanced toward the blazing flames of Jahannam.

He was yelling and wondered if there was any person who was going to help him. He was yelling of all the good deeds he had done, how he had helped his father, his fasts, prayers, the Qur’an that he read, he was asking if none of them would help him. The Jahannam angels continued to drag him.

They had gotten closer to the Hellfire. He looked back and these were his last pleas. Had not Rasulullah [saw] said, “How clean would a person be who bathes in a river five times a day, so too does the Salah performed five times cleanse someone of their sins”?

He began yelling, “My prayers? my prayers? my prayers.” The two angels did not stop, and they came to the edge of the abyss of Jahannam. The flames of the fire were burning his face. He looked back one last time, but his eyes were dry of hope and he had nothing left in him.

One of the angels pushed him in. He found himself in the air and falling towards the flames. He had just fallen five or six feet when a hand grabbed him by the arm and pulled him back.

He lifted his head and saw an old man with a long white beard. He wiped some dust off himself and asked him, “Who are you?” The old man replied, “I am your prayers”. “Why are you so late! I was almost in the Fire! You rescued me at the last minute before I fell in”. The old man smiled and shook his head, “You always performed me at the last minute, did you forget?”

At that instant, he blinked and lifted his head from Sajdah. He was in a sweat. He listened to the voices coming from outside. He heard the adhan for Salat-ul Isha. He got up quickly and went to perform Wudhu.


http://betweenthesepaths.wordpress.com/2011/01/09/our-prayers-when-do-we-perform-them/

Saturday, January 29, 2011

"Kosongkan fikiran dari memikirkan dunia dan keindahan sementara ini kerana jika kita fikirkan dunia dan keindahannya serta berkeinginan untuk mendapatkannya, jiwa kita akan bertambah kosong. Lalu fikiran kita akan jauh lebih kosong sehingga kita akan lupa pada sang jiwa dan lupa memberi makanan padanya hingga jiwa kita lapar dan lemah lalu nafsu menguasainya. Bila nafsu mula menguasai maka kita akan hidup tanpa jiwa sedangkan dakwah memerlukan sepenuh jiwa!"

sumber..

Monday, January 24, 2011

surat cinta kepada Hassan al-Banna

hati kita hidup atau mati??

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Apakah anda pernah mendengar tentang lelaki tanpa hati? Maaf jika hati yang dimaksudkan adalah salah satu anggota tubuh dari daging yang bewarna merah,yang manarik dan melepaskan darahnya,tentu sahaja lelaki itu memilikinya. Yang dengannya dia dapat hidup dan menjalani kehidupannya.Akan tetapi hati yang bersemangat,kuat dan hidup,sayang sekali dia tidak memilikinya.
Dia mengetahui kebaikan meskipun kecil,dia juga mengetahui tempat-tempat keburukan meskipun samar-samar.
Seringkali dia merasa benar jika membaca perilaku seseorang dari wajahnya dan dia juga dapat memberi isyarat akan hal itu. Akan tetapi,dia tidak memiliki hati.Jika bertemu dengan teman lamanya yang sudah tidak bersua,dia menyalaminya dangan menggemgam tanagannya dengan kuat,bahkan memeluknya.Namun hatinya tetap beku,sama sekali tidak terpengaruh.Dia memberi nasihat kepada orang lain, "Jadilah kalian begini dan jadilah kalian begitu", serta menyebutkan pelbagai dalil dan alasan, namun hatinya semakin keras dan tidak terpengaruh.
Dia tersenyum kala menerima berita gembira.Dia juga mengerutkan dahi saat menerima berita duka.Akan tetapi,kegembiraannya dan kesedihannya hanyalah reaksi yang dialami.sedangkan hatinya tetap diam dan tidak bergoncang.
Dia menyatakan cinta dan benci kapda seseorang.Ketika melihat hatinya,hatinya tetap diam tanpa memberi penjelasan.
Dia berdiri menunaikan solat dan berusaha khusyuk,membaca Al-Quran dan berusaha menumpukan perhatiannya.Ketika menunaikan solat,membaca bacaan solat dengan nada-nadanya,orang-orang pun berkata, "Dia jenis orang yang khusyuk".Akan tetapi ketika meraba hatinya, dia mendapati hatinya kaku dan tidak khusyuk,walaupun memahami apa yang dibaca.
Ini adalah gambaran yang sebenarnya terjadi pada hati lelaki tersebut.Saya tidak melebu melebih-lebihkan atau menguranginya.Menurut anda ,apakah anda dapat menyatakan bahawa hatinya sama seperti hati orang-orang pada umumnya?
Saya dianugerahi akal,tetapi hati saya hilang.Saya merasakan fikiran saya menyala-nyala,bekerja,hidup dan menunjukkan kedudukannya.Akan tetapi ,ketika saya ingin merasakan hal itu pada hati saya,sama sekali tidak menemukannya.Saat ini ,anda telah mendengar tentang seorang lelaki yang tidak memiliki hati.
Dia adalah seorang pemuda yang membai'at anda dan anda mengambil sumpah setia darinya.Adakah anda rela jika seorang tentera anda hidup tanpa hati ?adakah anda dapat membantu menghidupkan hatinya agar tergerak dan merasakan apa yang diucapkan oleh lisannya.
Ini adalah seorang penyakit tentera anda yang akan membuat anda rasa sedih jika mengetahuinya.Oleh kerana itu,saya akan membuat anda rasa sedih jika mengetahuinya.Oleh kerana itu saya tidak menyebutkan namanya.Hingga saya memberitahu anda kesembuhannya.
Wassamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

untuk koreksi diriku...adakah hati ku hidup??atau dia juga sebenarnya mati??

Saturday, January 22, 2011

si pencari TUHAN..

Dari Abdullah bin Abbas Radliyallahu ‘Anhuma berkata, “Salman al-Farisi Radliyallahu ‘Anhu menceritakan biografinya kepadaku dari mulutnya sendiri. Dia berkata, “Aku seorang Ielaki Persia dari Isfahan, warga suatu desa bernama Jai. Ayahku adalah seorang tokoh masyarakat yang mengerti pertanian. Aku sendiri yang paling disayangi ayahku dari semua makhluk Allah. Karena sangat sayangnya aku tidak diperbolehkan keluar rumahnya, aku diminta senantiasa berada di samping perapian, aku seperti seorang budak saja.

Aku dilahirkan dan membaktikan diri di lingkungan Majusi, sehingga aku sebagai penjaga api yang berlanggung jawab atas nyalanya api dan tidak membiarkannya padam. Ayahku memiliki tanah perahan yang luas. Pada suatu hari beliau sibuk mengurus bangunan. Beliau berkata kepadaku, ‘Wahai anakku, hari ini aku sibuk di bangunan, aku tidak sempat mengurus tanah, cobalah engkau pergi kesana!’ Beliau menyuruhku melakukan beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan.

Aku keluar menuju tanah ayahku. Dalam perjalanan aku melewati salah satu gereja Nasrani. Aku mendengar suara mereka yang sedang sembahyang. Aku sendiri tidak mengerti mengapa ayahku mengharuskan aku tinggal di dalam rumah saja (melarang aku keluar rumah).

Tatkala aku melewati gereja mereka, dan aku mendengar suara mereka sedang shalat maka aku masuk ke dalam gereja itu untuk mengetahui apa yang sedang mereka lakukan?

Begitu aku melihat mereka, aku kagum dengan shalat mereka, dan aku ingin mengetahui peribadatan mereka. Aku berkata dalam hari, ‘Demi Allah, ini lebih baik dari agama yang kita anut selama ini.’ Demi Allah, aku tidak beranjak dari mereka sampai matahari terbenam. Aku tidak jadi pergi ke tanah milik ayahku. Aku bertanya kepada mereka, ‘Dari mana asal usul agama ini?‘ Mereka menjawab, ‘Dari Syam (Syiria).’

Kemudian aku pulang ke rumah ayahku. Padahal ayahku telah mengutus seseorang untuk mencariku. Sementara aku tidak niengerjakan tugas dari ayahku sama sekali. Maka ketika aku telah bertemu ayahku, beliau bertanya, ‘Anakku, ke mana saja kamu pergi? Bukankah aku telah berpesan kepadamu untuk mengerjakan apa yang aku perintahkan itu?’ Aku menjawab, ‘Ayah, aku lewat pada suatu kaum yang sedang sembahyang di dalam gereja, ketika aku melihat ajaran agama mereka aku kagum. Demi Allah, aku tidak beranjak dari lempat itu sampai matahari terbenam,’

Ayahku menjawab, ‘Wahai anakku, tidak ada kebaikan sedikitpun dalam agama itu. Agamamu dan agama ayahmu lebih bagus dari agama itu.’ Aku membantah, ‘Demi Allah, sekali-kali tidak! Agama itu lebih bagus dari agama kita.’ Kemudian ayahku khawatir dengan diriku, sehingga beliau merantai kakiku, dan aku dipenjara di dalam rumahnya.

Suatu hari ada serombongan orang dari agama Nasrani diutus menemuiku, maka aku sampai kan kepada mereka, ‘Jika ada rombongan dari Syiria terdiri dari para pedagang Nasrani, maka supaya aku diberitahu.’ Aku juga meminta agar apabila para pedagang itu telah selesai urusannya dan akan kembali ke negrinya, memberiku izin bisa menemui mereka.

Ketika para pedagang itu hendak kembali ke negrinya, mereka memberitahu kepadaku. Kemudian rantai besi yang mengikat kakiku aku lepas, lantas aku pergi bersama mereka sehingga aku tiba di Syiria.

Sesampainya aku di Syiria, aku bertanya, ‘Siapakah orang yang ahli agama di sini?’ Mereka menjawab, ‘Uskup (pendeta) yang tinggal di gereja.’ Kemudian aku menemuinya. Kemudian aku berkata kepada pendeta itu, ‘Aku sangat mencintai agama ini, dan aku ingin tinggal bersamamu, aku akan membantumu di gerejamu, agar aku dapat belajar denganmu dan sembahyang bersama-sama kamu.’ Pendeta itu menjawab, ‘Silahkan.’ Maka aku pun tinggal bersamanya.

Ternyata pendeta itu seorang yang jahat, dia menyuruh dan menganjurkan umat untuk bersedekah, namun setelah sedekah itu terkumpul dan diserahkan kepadanya, ia menyimpan sede-kah tersebut untuk dirinya sendiri, tidak diberikan kepada orang-orang miskin, sehingga terkumpullah 7 peti emas dan perak.

Aku sangat benci perbuatan pendeta itu. Kemudian dia meninggal. Orang-orang Nasrani pun berkumpul untuk menge-bumikannya. Ketika itu aku sampaikan kepada khalayak, ‘Sebe-narnya, pendeta ini adalah seorang yang berperangai buruk, menyuruh dan menganjurkan kalian untuk bersedekah. Tetapi jika sedekah itu telah terkumpul, dia menyimpannya untuk diri­nya sendiri, tidak memberikannya kepada orang-orang miskin barang sedikitpun.’

zzMereka pun mempertanyakan apa yang aku sampaikan, ‘Apa buktinya bahwa kamu mengetahui akan hal itu?’ Aku menjawab, ‘Marilah aku tunjukkan kepada kalian simpanannya itu.’ Mereka berkata, Baik, tunjukkan simpanan tersebut kepada kami.’ Lalu Aku memperlihatkan tempat penyimpanan sedekah itu. Kemudian mereka mengeluarkan sebanyak 7 peti yang penuh berisi emas dan perak. Setelah mereka menyaksikan betapa banyaknya simpanan pendeta itu, mereka berkata, ‘Demi Allah, selamanya kami tidak akan menguburnya.’ Kemudian mereka menyalib pendeta itu pada tiang dan melempari jasadnya dengan batu.

Kemudian mereka mengangkat orang lain scbagai peng-gantinya. Aku tidak pernah melihat seseorang yang tidak mengerjakan shalat lima waktu (bukan seorang muslim) yang lebih bagus dari dia, dia sangat zuhud, sangat mencintai akhirat, dan selalu beribadah siang malam. Maka aku pun sangat mencintai-nya dengan cinta yang tidak pernah aku berikan kepada selainnya. Aku tinggal bersamanya beberapa waktu.

Kemudian ketika kematiannya menjelang, aku berkata kepadanya, ‘Wahai Fulan, selama ini aku hidup bersamamu, dan aku sangat mencintaimu, belum pernah ada seorangpun yang aku cintai seperti cintaku kepadamu, padahal sebagaimana kamu Iihat, telah menghampirimu saat berlakunya taqdir Allah, kepada siapakah aku ini engkau wasiatkan, apa yang engkau perin-tahkan kepadaku?’

Orang itu berkata, ‘Wahai anakku, demi Allah, sekarang ini aku sudah tidak tahu lagi siapa yang mempunyai keyakinan seperti aku. Orang-orang yang aku kenal telah mati, dan masya-rakatpun mengganti ajaran yang benar dan meninggalkannya sebagiannya, kecuali seorang yang tinggal di Mosul (kota di Irak), yakni Fulan, dia memegang keyakinan seperti aku ini, temuilah ia di sana!’

Lalu tatkala ia telah wafat, aku berangkat untuk menemui seseorang di Mosul. Aku berkata, ‘Wahai Fulan, sesungguhnya si Fulan telah mewasiatkan kepadaku menjelang kematiannya agar aku menemuimu, dia memberitahuku bahwa engkau memiliki keyakinan sebagaimana dia.’

Kemudian orang yang kutemui itu berkata, ‘Silahkan tinggal bersamaku. Aku pun hidup bersamanya.’ Aku dapati ia sangat baik sebagaimana yang diterangkan Si Fulan kepadaku. Namun ia pun dihampiri kematian. Dan ketika kematian menjelang, aku bertanya kepadanya, ‘Wahai Fulan, ketika itu si Fulan mewa­siatkan aku kepadamu dan agar aku menemuimu, kini taqdir Allah akan berlaku atasmu sebagaimana engkau maklumi, oleh karena itu kepada siapakah aku ini hendak engkau wasiatkan? Dan apa yang engkau perintahkan kepadaku?’

Orang itu berkata, ‘Wahai. anakku, Demi Allah, tak ada seorangpun sepengetahuanku yang seperli aku kecuali seorang di Nashibin (kota di Aljazair), yakni Fulan. Temuilah ia!‘

Maka setelah beliau wafat, aku menemui seseorang yang di Nashibin itu. Setelah aku bertemu dengannya, aku menceritakan keadaanku dan apa yang di perintahkan si Fulan kepadaku. Orang itu berkata, ‘Silahkan tinggal bersamaku.’ Sekarang aku mulai hidup bersamanya. Aku dapati ia benar-benar seperti si Fulan yang aku pernah hidup bersamanya. Aku tinggal bersama seseorang yang sangat baik.

Namun, kematian hampir datang menjemputnya. Dan di ambang kematiannya aku berkata, ‘Wahai Fulan, Ketika itu si Fulan mewasiatkan aku kepada Fulan, dan kemarin Fulan mewa-siatkan aku kepadamu? Sepeninggalmu nanti, kepada siapakah aku akan engkau wasiatkan? Dan apa yang akan engkau perintahkan kepadaku?’

Orang itu berkata, ‘Wahai anakku, Demi Allah, tidak ada seorangpun yang aku kenal sehingga aku perintahkan kamu untuk mendatanginya kecuali seseorang yang tinggal di Amuria (kota di Romawi). Orang itu menganut keyakinan sebagaimana yang kita anut, jika kamu berkenan, silahkan mendatanginya. Dia pun menganut sebagaimana yang selama ini kami pegang.’

Setelah seseorang yang baik itu meninggal dunia, aku pergi menuju Amuria. Aku menceritakan perihal keadaanku kepadanya. Dia berkata, ‘Silahkan tinggal bersamaku.’ Akupun hidup bersama seseorang yang ditunjuk oleh kawannya yang sekeyakinan.

Di tempat orang itu, aku bekerja, sehingga aku memiliki beberapa ekor sapi dan kambing. Kemudian taqdir Allah pun berlaku untuknya. Ketika itu aku berkata, ‘Wahai Fulan, selama ini aku hidup bersama si Fulan, kemudian dia mewasiatkan aku untuk menemui Si Fulan, kemudian Si Fulan juga mewasiatkan aku agar menemui Fulan, kemudian Fulan mewasiatkan aku un­tuk menemuimu, sekarang kepada siapakah aku ini akan engkau wasiatkan? dan apa yang akan engkau perintahkan kepadaku?’

Orang itu berkata, ‘Wahai anakku, demi Allah, aku tidak mengetahui seorangpun yang akan aku perintahkan kamu untuk mendatanginya. Akan tetapi telah hampir tiba waktu munculnya seorang nabi, dia diutus dengan membawa ajaran nabi Ibrahim. Nabi itu akan keluar diusir dari suatu tempat di Arab kemudian berhijrah menuju daerah antara dua perbukitan. Di antara dua bukit itu tumbuh pohon-pohon kurma. Pada diri nabi itu ter-dapat tanda-tanda yang tidak dapat disembunyikan, dia mau makan hadiah tetapi tidak mau menerima sedekah, di antara kedua bahunya terdapat tanda cincin kenabian. Jika engkau bisa menuju daerah itu, berangkatlah ke sana!’ Kemudian orang ini pun meninggal dunia. Dan sepeninggalnya, aku masih tinggal di Amuria sesuai dengan yang dikehendaki Allah.

Pada suatu hari, lewat di hadapanku serombongan orang dari Kalb, mereka adalah pedagang. Aku berkata kepada para pedagang itu, ‘Bisakah kalian membawaku menuju tanah Arab dengan imbalan sapi dan kambing-kambingku?’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Lalu aku memberikan ternakku kepada mereka. Mereka membawaku, namun ketika tiba di Wadil Qura, mereka menzha-limiku, dengan menjualku sebagai budak ke tangan seorang Yahudi. Kini aku tinggal di tempat seorang Yahudi, Aku melihat pohon-pohon kurma, aku berharap, mudah-mudahan ini daerah sebagaimana yang disebutkan si Fulan kepadaku. Aku tidak biasa hidup bebas.

Ketika aku berada di samping orang Yahudi itu, kepo-nakannya datang dari Madinah dari Bani Quraidzah. la mem-beliku darinya. Kemudian membawaku ke Madinah. Begitu aku tiba di Madinah aku segera tahu berdasarkan apa yang disebut-kan si Fulan kepadaku. Sekarang aku tinggal di Madinah.

Allah mengutus seorang RasulNya, dia telah tinggal di Makkah beberapa lama, yang aku sendiri tidak pernah men-dengar ceritanya karena kesibukanku scbagai seorang budak. Kemudian Rasul itu berhijrah ke Madinah. Demi Allah, ketika aku berada di puncak pohon kurma majikanku karena aku be-kerja di pcrkebunan, sementara majikanku duduk, tiba-tiba salah seorang keponakannya datang menghampiri, kemudian berkata, ‘Fulan, Celakalah Bani Qailah (suku Aus dan Khazraj). Mereka kini sedang berkumpul di Quba’ menyambut seseorang yang datang dari Makkah pada hari ini. Mereka percaya bahwa orang itu Nabi.’

Tatkala aku mendengar pembicaraannya, aku gemetar sehingga aku khawatir jatuh menimpa majikanku. Kemudian aku turun dari pohon, dan bertanya kepada keponakan majikanku, ‘Apa tadi yang engkau katakan? Apa tadi yang engkau katakan?‘ Majikanku sangat marah, dia memukulku dengan pukulan keras. Kemudian berkata, ‘Apa urusanmu menanyakan hal ini, Lanjutkan pekerjaanmu.’

Aku menjawab, ‘Tidak ada maksud apa-apa, aku hanya ingin mencari kejelasan terhadap apa yang dikatakan. Padahal sebenarnya saya telah memiliki beberapa informasi mengenai akan diutusnya seorang nabi itu.’

Pada sore hari, aku mengambil sejumlah bekal kemudian aku menuju Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, ketika itu beliau sedang berada di Quba, lalu aku menemui beliau. Aku berkata, ”Telah sampai kepadaku kabar bahwasanya engkau adalah seorang yang shalih, engkau memiliki beberapa orang sahabat yang dianggap asing dan miskin. ‘Aku membawa sedikit sedekah, dan menurutku kalian lebih berhak menerima sedekahku ini daripada orang lain.’

Aku pun menyerahkan sedekah tersebut kepada beliau, kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepada para sahabat, ‘Silahkan kalian makan, sementara beliau tidak menyentuh sedekah itu dan tidak memakannya. Aku berkata, ‘Ini satu tanda kenabiannya.’

Aku pulang meninggalkan beliau untuk mengumpulkan sesuatu. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pun berpindah ke Madinah. Kemudian pada suatu hari, aku mendatangi beliau sambil berkata, ‘Aku memperhatikanmu tidak memakan pemberian berupa sedekah, sedangkan ini merupakan hadiah sebagai penghormatanku kepa-da engkau.’

Kemudian Rasulullah makan sebagian dari hadiah pembe-rianku dan memerintahkan para sahabat untuk memakannya, mereka pun makan hadiahku itu. Aku berkata dalam hati, ‘lnilah tanda ke nabi an yang kedua.’

Selanjulnya aku menemui beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam saat beliau berada di kuburan Baqi’ al-Gharqad, beliau sedang mengantarkan jenazah salah seorang sahabat, beliau mengenakan dua lembar kain, ketika itu beliau sedang duduk di antara para sahabat, aku mengucapkan salam kepada beliau. Kemudian aku berputar memperhatikan punggung beliau, adakah aku akan melihat cincin yang dise-butkan Si Fulan kepadaku.

Pada saat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melihatku sedang memperhatikan beliau, beliau mengetahui bahwa aku sedang mencari kejelasan tentang sesuatu ciri kenabian yang disebutkan salah seorang kawanku. Kemudian beliau melepas kain selendang beliau dari punggung, aku berhasil melihat tanda cincin kenabian dan aku yakin bahwa beliau adalah seorang Nabi. Maka aku telungkup di hadapan beliau dan memeluknya seraya menangis.

Rasulullah bersabda kepadaku, ‘Geserlah kemari,’ maka akupun bergeser dan menceritakan perihal keadaanku sebagai-mana yang aku ceritakan kepadamu ini wahai Ibnu Abbas. Kemudian para sahabat takjub kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika mendengar cerita perjalanan hidupku itu.”

Salman sibuk bekerja sebagai budak. Dan perbudakan inilah yang menyebabkan Salman terhalang mengikuti perang Badar dan Uhud. “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam suatu hari bersabda kepadaku, ‘Mintalah kepada majikanmu untuk bebas, wahai Salman!’ Maka majikanku membebaskan aku dengan tebusan 300 pohon kurma yang hams aku tanam untuknya dan 40 uqiyah.

Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, mengumpulkan para sahabat dan bersabda, ‘Berilah bantuan kepada saudara kalian ini.’ Mereka pun membantuku dengan memberi pohon (tunas) kurma. Seo-rang sahabat ada yang memberiku 30 pohon, atau 20 pohon, ada yang 15 pohon, dan ada yang 10 pohon, masing-masing sahabat memberiku pohon kurma sesuai dengan kadar kemampuan mereka, sehingga terkumpul benar-benar 300 pohon.

Setelah terkumpul Rasulullah bersabda kepadaku, ‘Berang-katlah wahai Salman dan tanamlah pohon kurma itu untuk majikanmu, jika telah selesai datanglah kemari aku akan meletak-kannya di tanganku.’ Aku pun menanamnya dengan dibantu para sahabat. Setelah selesai aku menghadap Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan memberitahukan perihalku, Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar bersamaku menuju kebun yang aku tanami itu. Kami dekatkan pohon (tunas) kurma itu kepada beliau dan Rasulullah pun meletakkannya di tangan beliau. Maka, demi jiwa Salman yang berada di TanganNya, tidak ada sebatang pohon pun yang mati.

Untuk tebusan pohon kurma sudah terpenuhi, aku masih mempunyai tanggungan uang sebesar 40 uqiyah. Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam membawa emas sebesar telur ayam hasil dari ram-pasan perang. Lantas beliau bersabda, ‘Apa yang telah dilakukan Salman al-Farisi?’ Kemudian aku dipanggil beliau, lalu beliau bersabda, ‘Ambillah emas ini, gunakan untuk melengkapi tebus-anmu wahai Salman!’

Wahai Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, bagaimana status emas ini bagiku? Rasulullah menjawab, ‘Ambil saja! Insya Allah, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberi kebaikan kepadanya.’ Kemudian aku menimbang emas itu. Demi jiwa Salman yang berada di TanganNya, berat ukuran emas itu 40 uqiyah. Kemudian aku penuhi tebusan yang harus aku serahkan kepada majikanku, dan aku dimerdekakan.

Setelah itu aku turut serta bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam perang Khandaq, dan sejak itu tidak ada satu peperangan yang tidak aku ikuti.’


Wednesday, January 19, 2011

Muliakah kamu wahai orang yang ditarbiyyah?


'Ana nak tanya antum. Apa hebatnya kita ini berbanding orang-orang yang tidak duduk di dalam halaqah ini?', bibir tua itu mengukir senyum. Tersirat.
'Ada sesiapa yang boleh jawab?'

Lalu seorang anak muda bangkit mahu menjawab. 'Ustaz. Pada pandangan ana, kita berbeza kerana kita ditarbiyyah'.

'Lalu, apa yang enta maksudkan dengan tarbiyyah itu?'

Terdiam sebentar anak muda itu. 'Ustaz, bagi ana, ana merasakan tarbiyyah itu seperti satu tembok yang memisahkan diri ana dengan orang-orang yang sedang sibuk bergelumang dengan duniawi'.

Semakin lebar senyum si guru tua itu. 'Jazakallah. Bagaimana dengan orang lain?'

'Ana, ustaz'. Seorang pemuda yang lain menggangkat tangan. 'Ana mahu beri pandangan. Ana rasa, kita mulia kerana kita melaksanakan dakwah kerana dakwah inilah jalan hidup para rasul dan orang-orang beriman'. Penuh semangat bicaranya. Semua mata yang berada di bilik kecil itu memandangnya dan mengangguk-angguk tanda setuju dengan bicara anak muda berkopiah coklat itu.

Guru tua itu menarik nafas, mahu menyambung bicara. Riak wajahnya masih tenang seperti tadi.

'Anak-anak ku. Apa mulianya kita ini? Antum kata kita ditarbiyyah. Antum kata kita berdakwah. Adakah ini kemuliaan yang sebenar?'

'Mengapa ustaz? Salahkah?', potong seorang pemuda.

'Yalah ustaz. Bukankah Rasulallah juga ditarbiyyah? Dan bukankah Rasulallah juga berdakwah?', lelaki yang lain pula menambah.

Guru tua itu senyum sahaja. Matanya memandang wajah bersih anak-anak muda yang berada di sekelilingnya.

'Anak-anakku. Tidak dinafikan, Rasulallah juga berdakwah dan Rasulallah juga ditarbiyyah. Tarbiyyah yang direct datang daripada Allah melalui perantaraan Jibril a.s . Rasulallah juga berdakwah, tanpa penat, jemu, lelah, dan putus asa'.

Keadaan sepi sebentar.

'Namun anak-anakku, adakah dakwah dan tarbiyyah yang kita lalui ini menjanjikan kemuliaan bagi kita disisi Allah? Tidak. Tidak.
Lupakah antum akan apa yang Allah kata tentang kemuliaan?
Allah sebut dalam surah al-Hujurat, bahawa sungguh! kemuliaan itu hanyalah bagi orang yang bertaqwa'.

Pemuda-pemuda di sekelilingnya mengaguk-angguk tanda faham. Antara mereka, ada yang mencatat sesuatu.

'Taqwa. Satu perkataan tapi ianya sangat besar maksudnya. Di dalam taqwa lah, wujud dakwah dan wujud juga tarbiyyah'

'Tadi, saudara kita ada berkata bahawa kita mulia kerana tarbiyyah dan dakwah. Ana terkejut juga sebenarnya. Apa kita layak mengatakan diri kita ini, satu produk tarbiyyah...
sedangkan kita hanya menjadi taqwa ketika di dalam halaqah ini?
Dan apakah kita merasa kita layak mendapat kemuliaan dan taqwa...
sedangkan kita hanya berdakwah, ketika dalam halaqah?'

Anak-anak muda itu senyap. Mereka ternanti-nanti bicara seterusnya dari guru yang sangat mereka kagumi itu.

'Anak-anakku. Apa itu taqwa sebenarnya?
Taqwa itu ialah kehidupan kita, bukannya lakonan kita.
Taqwa bukan sesuatu yang boleh dibuat-buat kerana kewujudannya sangat seni dan halus'.

'Ana memetik kata-kata Imam Ghazali tentang akhlak. Akhlak ialah apa yang keluar dari dalam diri kita secara automatik, tanpa perlu kita fikir.Tahukah antum semua, akhlak ini adalah lambang dan bukti wujudnya taqwa?'

Mereka menggangguk.

'Dan, Islam ini bukan satu sandiwara. Ia juga bukan satu aktiviti. Ia adalah cara hidup. Apa yang berlaku sekarang, ana lihat dalam banyak keadaan kita berasa diri kita ini mulia kerana kita join usrah, tabligh atau mana-mana jemaah sedangkan dalam masa yang sama, ketaqwaan kita tidak ditonjolkan'.

'Antum faham tak maksud ana?'

"Kurang faham...", hampir serentak anak-anak muda itu menjawab.

'Beginilah. Antum perlu faham bahawa taqwa itu ialah apa yang perlu ada dalam diri kita setiap saat, bukannya hanya ketika dalam halaqah atau semasa berdakwah. Tidak! Sebaliknya taqwa wajib wujud dalam diri antum setiap saat, setiap masa'.

'Antum tahu apa tuntutan taqwa?'

'Senang nak faham, taqwa memerlukan kepada penghayatan. Dan siapakah qudwah atau model insan bertaqwa? Semestinya Rasulallah. Antum lihat sirah. Lihat bagaimana Rasulallah berdakwah. Dakwahnya bermacam-macam cara. Dari sekeras-keras mata pedang, hinggalah kepada selembut-lembut roti yang disuap ke mulut wanita Yahudi tua dan buta yang mencaci Baginda, dakwah tetap bergerak'.

'Ustaz, boleh cerita tentang wanita Yahudi itu? Ana kurang faham'.

'Wanita Yahudi itu sangat tua dan buta. Tapi, tersangat kuat kebenciannya kepada Rasulallah. Setiap hari, Rasulallah akan datang kepadanya untuk memberinya makan. Setiap kali itulah, wanita itu akan mengata Baginda kerana dia tidak tahu bahawa yang memberinya makan itu ialah Baginda. Baginda s.a.w sendiri menghancurkan roti di mulutnya sebelum disuap ke mulut wanita itu kerana mahu memudahkan wanita itu makan'.

'Rasulallah datang dan melaksanakan perkara yang sama hari-hari. Memberi makan, dan menerima cacian. Tiap kali itu jugalah, Baginda akan tersenyum dan diam. Amalan Baginda berterusan hingga Baginda wafat. Lalu, Saidina Abu Bakar menggantikan Rasulallah memberi makan kepada wanita itu. Tapi malang, wanita itu tahu bahawa yang memberinya makan bukan orang yang sama, tapi orang yang lain kerana layanannya tidak selembut layanan Rasulallah. Lalu, wanita itu bertanya dimana manusia yang sangat baik yang memberinya makan sebelum ini. Lalu dijawab dalam tangis rindu Saidina Abu Bakar bahawa lelaki itu ialah Rasulallah. Wanita itu masuk islam akhirnya'.

Subhanallah.

'Anak-anakku, untuk kita menegakkan islam, kita harus terlebih dahulu meleburkan takbur kita. Kita merasa kita hebat kerana kita berilmu. Tidak dinafikan, memang kita alim, banyak ilmu. Tapi apa gunanya alim kita jika diselit takabbur?'


Semua orang tunduk. Bermuhasabah diri.

'Ana berpesan sungguh-sungguh kepada diri ana, jua kepada antum semua. Jangan kita merasa diri kita hebat hingga dengan mudah, kita label orang itu sebagai 'tertutup hati' dan seumpanya. Seperkara lagi, taqwa itu bukan hanya mesti dilahirkan semasa kita liqo' dan duduk dalam halaqah, sebaliknya ia harus dizahirkan dalam setiap inci perbuatan kita'.

'Ketahuilah juga bahawa bukan amal soleh kita yang memasukkan kita ke dalam syurga, sebaliknya yang memasukkan kita kedalam syurga ialah keampunan dan rahmat Allah. Amal soleh hanyalah kerana perintah Allah. Maka,jangan sesekali kita berasa amal kita ini hebat. Belum tentu'.

'Belum tentu orang yang ditarbiyyah dan berdakwah ini baik. Tapi orang yang baik, tentu akan ditarbiyyah dan berdakwah. Inilah sebenarnya yang sedang kita cuba lakukan. Moga-moga Allah terima usaha kerdil kita ini'.


Guru tua itu menghabiskan bicaranya. Kelihatan, anak-anak muda disekelilingnya seperti sedang kesedihan, mungkin kerana 'terkesan'. Maka, guru tua itu membacakan firman Allah dalam surah Al-Qasas ayat 77: "Dan carilah pahala akhirat dengan apa-apa yang telah Allah kurniakan kepadamu..."
***
Semoga kita semua faham, bahawa agama itu bukannya sesuatu yang sifatnya
'sekejap ada-sekejap tiada'. Islam ini bukan satu sandiwara.
Agama juga bukan sesuatu yang harus dipakai dalam situasi-situasi tertentu sahaja. Dan agama juga sesuatu yang boleh dijual-jual untuk mendapatkan kemahsyuran atau sanjungan.

Sebaliknya agama ialah pakain. Maka, tutuplah keaiban diri kita dengan menjadi orang beragama.

Ingat, kita bukan Tuhan yang boleh menghukum orang yang tidak mahu tarbiyyah dan tak mahu menerima dakwah. Sebaliknya, kita lihat diri kita. Sejauh mana tarbiyyah itu berjaya membentuk kita menjadi hamba.

Sesungguhnya, kita hanyalah makhluk yang asalnya setitis mani...hina..dan akan terus hina tanpa redha-Nya.

Artikel ini untuk diri saya. Agar saya mampu bermuhasabah diri.
Astaghfirullah...
Astaghfirullah...
Astaghfirullah...


Ya. aku kejar TAQWA.

tapi, untuk mencapai taqwa itu, disinilah peranan dakwah dan tarbiyyah.
__,_._,___


Sunday, January 16, 2011

a.y.a.h & al-haq..


huu...tajuk yg menimbulkan persoalan..hehe..pe kaitan ayah dgn al-haq...
apakah al-haq itu?

ok..nnt kte jwp soalan..keep going to read this post...=>

wah!!!!!!!sudah lame x tak ku sebut name itu...a.y.a.h..huu...rse segala mcm rse ada kat hati...lg2 bile final exm yg tinggal 2 bulan je lagi...hurm...rindu nak dgr suara dia memberi nasihat dan kekuatan...rse rindu pada pelukan semangat die...ya Allah...berikan aku kekuatan...tempatkan dia di kalangan org beriman ya Allah..

ok..so..apa kaitan tajuk nie kan..

ayah...

semalam, alhamdulillah d.yah di beri kekuatan untuk bersama adik-adik dan sahabat2 yang lain unk m'hadiri talk "manusia dan kebenaran"..(wannasi walhaq)

apakah al-haq itu??definisinye boleh di lihat dari 3 sudut..falsafah..undang-undang..al-quran

dari sudut definisi Al-quran..al-haq ialah

"maka itulah Allah, Tuhan kamu yang sebenarnya; maka tidak ada setelah kebenaran itu melainkan kesesatan. Maka mengapa kamu berpaling dari kebenaran itu?" (10:32)

"dan katakanlah kebenaran telah datang dan yang batil pasti akan lenyap. Sungguh yang batil itu pasti akan lenyap." (17:81)

maka, boleh disimpulkan, al-haq m'punyai sifat-sifat kekal dan melenyapkan yang batil..dan yang pasti yang benar itu hanyalah Allah azzawajalla..

alhamdulillah..mendapat pencerahan yang lebih mengenai kebenaran..

ptgnya bila sessi ldk, persoalan mengenai 'turning point' kami terhadap kebenaran, membuatkan aku terpk balik...a'ah kan...bila aku pnye turning point?..padahal soalan nie sudah acap kali di tanya setiap kali prog p'gerak...

tetapi smlm..bile duduk2 balik lepas solat maghrib, aku rse aku da dpt jwpnnya..mungkin mmg itulah turning point ku yang m'buatkan aku masih teguh di jalan ini..insyaAllah..

itulah waktunya..waktu turning point ku..

bila diuji Allah dgn kehilangan org tersayang yg tiba-tiba tanpa ada sign dan symptomnye..bila xdapat untuk menatap wajahnya buat kali yang terakhir...bila kena viva tanpa dia yang memberi kata-kata semangat, kekuatan dan galakan..bila kena tahan air mata drpd jatuh di depan mak untuk menunjukkn bhwsanya anak nie dia kuat, sbb xnak mak bertambah sedih dgn sedih yg sedia ada...bila berseorangan menyelesaikan semua urusan balik ke kl tibe2, tmpt tdo, amek buku dan sbgnya..dan waktu itulah kebenaran itu muncul...

bahawasanya ALLAH itu ada...dan DIA sangat-sangat dekat padaku waktu itu..klo bukan DIA yang memberi kekuatan kepadaku, aku xrasa aku boleh lalui malam itu dgn tenang...sesungguhnya tahjudku padaMU sepnjg malam itu sungguh memberi aku kekuatan..terima kasih ya Allah..tanpa Engkau, xmungkin aku mampu hadapi malam itu keseorangan..dengan gelapnya malam, bersendirian pulang ke kolej mengambil nota-nota..moto mati kat tengah jalan..terima kasih ya Allah...terima kasih sangat-sangat..

dan malam itu jugalah membuka mata aku ''apa itu kebenaran?"

sesungguhnya DIA lah yang benar itu...DIA lah yang kekal..DIA lah yang hidup selama-lamanya..DIA lah yang ada untuk memberi kekuatan kepada hambaNYA..dan berjuang di jalanNYA adalah benar, kerana janji-janji ALLAH itu adalah benar..

terima kasih ya ALLAH..terima kasih kerana m'izinkan aku memahami apa itu (al-haq)..terima kasih ya Allah...terima kasih sangat-sangat..terima kasih mengizinkan aku berada di jalan ini, dan semoga Engkau terus membri aku kekuatan untuk terus kuat di jalan ini supaya aku dapat membantu untuk menyampaikan 'al-haq'MU kepada saudara-saudaraku yang lain pula..

dan...untuk mencari kebenaran itu ada di dalam kitabNYA...Al-Quran

ayah...sesungguhnya pemergian ayah memberi pengajaran yang besar dalam hidup d.yah...terima kasih kerana melahirkan d.yah..insyaAllah, i'll do my best for u n mak..d.yah takkan kecewakan ayah dan mak..insyaAllah..

wallahualam..
wassalam

Saturday, January 15, 2011

best friends





Kisah dua sahabat:-

Kaab bin Ahbar meriwayatkan, di akhirat nanti ada dua sahabat karib yang saling berbuat baik antara satu sama lain semasa di dunia. Ketika di akhirat salah seorang daripadanya kekurangan satu pahala , lalu dia diheret oleh malaikat Zabaniah menuju ke neraka. Manakala yang satu lagi mempunyai kelebihan satu pahala yang menyebabkan dia akan masuk ke syurga.


Maka sahabat yang hendak masuk ke syurga ini merasa sedih apabila melihat kawan baiknya hendak dihumban ke neraka. Lalu diberi satu pahala kepunyaannya kepada kawan yang hendak ke neraka ini tadi. Dia redha, biarlah dia tidak ke syurga asalkan dia dapat menolong sahabat baiknya dari seksaan neraka. Maka jadilah mereka berdua sebagai golongan Ashabul A’raf (tidak kesyurga mahu pun neraka).


Disebabkan kebaikan sahabat ini tadi, maka kedua-duanya Allah SWT persila ke syurga.


moral of the story: bersahabatlah kerana Allah...sama-sama berpimpingan tangan menuju ke jannah Allah..insyaAllah


wallahualam..

Friday, January 14, 2011

Sahabat Sejati

special dedicated to all my friends...
linda,najwa,jiea,ika n jas...
farah...ifah
ela,ella,liza,rabi'..

n of course my beloved akhawats..
hajar..sarah..k.shirah..mihah..k.as..sofwah..haifa..fauhan..sara..raihan..sue..asiyah..my anak usrah..my usrah mate..

ah..that' a lot...(maaf jika nama anda tak tertulis....hee..still dikenang dlm doa)

special for u guys..


Wednesday, January 12, 2011

tarbiyah itu....


sabar..tawakal...ikhlas..
3 perkataan yang sangat mudah dilafazkan..
tapi sangat sukar untuk dilaksanakan..

ya Allah...
bantu aku untuk didik hati ku
untuk benar-benar sabar dan ikhlas..
bantu aku ya Allah..

sungguh tarbiyah itu bukan sekadar dalam modul usrah mingguan..
tapi tarbiyah itu datang dalam pelbagai cara...

dan yang pastinya tarbiyah Allah itu untuk mendidik aku menjadi orang yang lebih sabar dan ikhlas dalam melaksanakannya..

terima kasih ya Allah...
terima kasih sangat-sangat..

tarbiyahMU sungguh mengajar aku erti kehidupan...
dari terbukanya jendela tirai 2011 hinggalah hari ini sungguh banyak yang Engkau beri untuk aku belajar mengenai kehidupan...
dan aku juga belajar bahawa KETENANGAN itu sangat penting untuk mencari jalan keluar..

terima kasih ya Allah...=>
semoga Engkau terus memberi aku tarbiyah supaya aku lebih dan terus kuat untuk meneruskan langkah dan perjuanganku..

11.01.11

hehe...should b this post for yesterday...but can't make it yesterday..but its ok..already make a wish yesterday..hehe



a beautiful date...beautiful day for u rite????=>

HAPPY BIRTHDAY FARAH HANANI MOHD NOR aka nenek..=>

may always under HIS blessed..
may all ur wish come true 1 day..

ya Allah...
make her tough and strong...
help her to go through her life without the love one..
give her the best for final MBBS exam..

hehe..nek,
semoga terus tabah dan kuat ye..
semoga sentiasa di bawah rahmat dan kasih sayang Allah
kite grad same-same tahun nie...insyaAllah


semoga ukhuwah kita terus kukuh di bawah rahmat dan kasih sayangNYA..=>

birunya..


birunya menenangkan...
baunya menyegarkan..
anginnya mendamaikan...

sungguh indah ciptaan Allah..
sentiasa mendamaikan hati yang kacau..
sentiasa menceriakan hati yang lara..
sentiasa menyejukkan mata yang memandang..
sentiasa menghadiahkan ketenangan..

ya Allah...make me strong.
guide me with ur light..

Wednesday, January 5, 2011

..bingkai kehidupan..


mengharungi samudera kehidupan
kita ibarat para pengembara
hidup ini adalah perjuangan
tiada masa untuk berpangku tangan

setiap titis peluh dan darah
tak akan sirna ditelan masa
segores luka di jalan Allah
kan menjadi saksi pengorbanan

Allah adalah tujuan kami Rasulullah teladan kami
Al-Quran pedoman hidup kami

Jihad adalah jalan juang kami
Mati di jalan Allah adalah
cita-cita tertinggi kami.

bingkai kehidupan...

kehidupan tanpa bingkai ibarat lautan yang tidak bertepi...
cuba kita bayangkan lautan yang tiada tepian..bila kita nak berhenti berenang??kita akan terus berenang dan berenang sampai kita mati kelemasan dibawa arus..sama juga kalau kita belayar dengan kapal yang besar..bila kita nak berhenti mendarat untuk mencari sumber makanan bila sudah kehabisan bekalan, sumber2 untuk meneruskan kehidupan??..maka kita akan terus belayar tanpa arah dan tujuan..

begitulah juga dengan kehidupan kita..jika kita tak ada bingkai di sekeliling hidup kita maka kita akan terus hanyut dengan arus kehidupan..maka kita perlu lakarkan bingkai agar kita tidak tergelincir dari landasan kehidupan...

jadikan Allah sebagai tujuan hidup kita...mardatillah sebagai puncak pencapaian hidup..husnul khatimah sbg cita-cita penyudah hidup kita..

walau bz mane pun kita dgn final MBBS exam yg semakin hampir, jgnlah kita abaikan tanggungjawab kita sebagai hambaNYA...sesungguhnya masih banyak lgi tanggungjawab kita padaNYA yg belum tertunas..

"jalan ke syurga tidak dihampiri permaidani merah dan taburan bunga indah, tetapi dilingkari pelbagai duri dan ranjau, onak yang berbisa dan penghalang yang menyukarkan. Sesungguhnya tiada laluan pinntas ke syurga, tetapi syurga itu perlu diraih dengan peluh perjuangan dan darah pengorbanan."

jika anda ingin melukis, lukislah potret kehidupan,
jika anda ingin melakar, lakarkanlah bingkai kehidupan,
potret indah, di dalam bingkai yang cantik
ITULAH HASIL SENI TERISTIMEWA..

sumber : SOLUSI..yg diedit-edit skt..hee